Mengenai Saya

haLo teMAn-teMan bloggEr kenalkan nMa saYa aMrOe,saya sKlh sKrng di SMK negeri 1 subang.untuk para blogger moHOn kritik dan sarannya kepada saya agar bLog saYa jaDi lEbih baIk laGi..

moTO hiDUp uNtuk paRa bLoger hAri iNi! ! !

"berkorbanlah untuk dirimu, berjuanglah untuk bangsamu, dan berjihadlah untuk agama mu."

"sesungguhnya nyawa, akal dan piqiran diberikan kepada kita untuk membela agama mu, bangsamu, dan dirimu"
free counters

iNti sAri

gLoUsoUrs!!!!!!

gLoUsoUrs!!!!!!

Selasa, 26 Agustus 2008

siSingaaN bUdaYa kHas sUbang aSLi

Beberapa kesenian tradisi menempatkan hewan singa sebagai tokoh. Salah satunya adalah kesenian Sisingaan, khas Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Di salah satu sudut kampung, tepatnya di jalan raya yang tak terlalu padat lalu lintasnya, sejumlah anak yang rata-rata balita tampak ceria. Mereka menaiki odong-odong, yakni semacam becak kayuh yang dirancang sedemikian rupa untuk mengangkut anak-anak putar-putar kampung sambil mendengarkan alunan musik.
Di Jakarta, odong-odong dimodifikasi semenarik mungkin agar anak-anak yang menaikinya dapat duduk manis dan aman di atasnya. Ada yang memodifikasi dengan sepeda mini, boneka, dsb (sebagai pengganti tempat duduk), ada pula yang sengaja men-design dengan nuansa etnik, atau bahkan ala kadarnya. Setiap anak yang tertarik menaikinya dikenakan tarif sekitar Rp. 1.000-1.500,- per satu lagu. Selama lagu diputar, anak-anak diajak berkeliling kampung sekitar rumah. Rata-rata tiap anak bisa mengorder 3-5 lagu. Tak sedikit pula yang lebih. Dari menjual jasa inilah Si Abang penarik odong-odong mengais rejeki.
Entah bagaimana, rata-rata penarik odong-odong berasal dari kawasan Pantura-Jawa Barat. Notabene, dari kawasan inilah permainan tradisional Odong-odong alias Gotong Singa alias Sisingaan berasal.

Kalau ingin menyaksikan odong-odong yang “asli” yakni Sisingaan (bukan mainan anak seperti banyak terdapat di Jakarta), sisakan saja waktu anda sekitar bulan Agustus. Sebab biasanya beragam kesenian pertunjukan tradisional, acap dipertontonkan di hadapan massa. Tak hanya di Kabupaten Subang khususnya, maupun Jawa Barat umumnya. Bahkan di Ibukota Negara (Jakarta), Sisingaan kerap dipertunjukkan dari tahun ke tahun, mulai dari tingkat komunitas kampung sampai Istana Presiden.
Penolak Bala
Konon dikisahkan, kesenian Sisingaan terkait erat dengan salah satu bentuk perlawanan rakyat terhadap penjajah. Perlawanan tersebut diwujudkan melalui binatang Singa kembar. Dua singa yang ditandu digambarkan sebagai lambang penjajah, sementara pengusungnya, dilambangkan sebagai rakyat yang terjajah. Singa sendiri adalah lambang negara Inggris. Sementara dalam Sisingaan, boneka singa dinaiki anak kecil, dimaksudkan untuk memperolok penjajah (Inggris) yang datang ke Indonesia dengan memboceng tentara Belanda.
Seperti diketahui, tahun 1942 perang dunia kedua tak hanya melanda negara-negara besar. Bahkan Nusantara pun kena getahnya. Di sebuah lapangan terbang militer yang terletak di Kalijati (terdapat di selatan Subang) berlangsung sebuah perjanjian yang membawa bangsa Indonesia menjadi jajahan Jepang sebelum akhirnya berhasil memproklamasikan diri sebagai sebuah negara yang merdeka. Tampaknya hal ini sangat menginspirasi tetua setempat hingga muncullah kesenian Sisingaan.
Lepas dari bentuk perlawanan tersebut, dalam perkembangannya, ada yang menyebut Sisingaan sebagai penolak bala, ada pula yang sebatas ditampilkan untuk menyemarakkan arak-arakan (yang dalam istilah Sunda disebut helaran). Bahkan bagi sebagian masyarakat Sunda, menampilkan kesenian Sisingaan dalam hajatan sunat anak laki-laki mereka adalah sebuah kebanggaan.
Sesuai Sikon
Kondisi geografis acap mempengaruhi bentuk kesenian di berbagai belahan dunia. Demikian pula Sisingaan. Di Kabupaten Subang Jawa Barat misalnya, terdapat 3 macam wilayah, Subang atas (pegunungan), Subang dataran, dan Subang pesisir. Masing-masing wilayah memiliki kebudayaan tersendiri yang mau tidak mau memengaruhi perkembangan kesenian Sisingaan.
Perkembangan secara keseluruhan pun terbilang signifikan. Dari bentuk boneka singa kembar yang sangat sederhana, menjadi singa-singa yang tampak gagah lagi menarik. Kostum para pengusung singa kembar pun mau kalah, dari yang tampak ala kadarnya menjadi penuh warna dan kadang kontras menyolok mata. Seolah ingin menunjukkan ‘inilah kami’.
Demikian pula dengan pola gerak, alat musik pengiring, lagu-lagu yang rata-rata sedang populer di masyarakat dengan aransemen khas Sisingaan, sampai penambahan penari latar yang rata-rata perempuan.
Pada dasarnya Sisingaan terdiri dari tetabuhan berbagi instrumen musik tradisional yang rancak, dipadukan dengan sejumlah gerakan yang terdiri dari Pasang (Kuda-kuda), Bangkaret, Masang (Ancang-ancang), Gugulingan, Sepakan Dua, Langkah Mundur, Kael, Mincid, Ewag, Jeblag, Putar Taktak, Gendong Singa, Nanggeuy Singa, Angkat Jungjung, Ngolecer, Lambang, Pasagi Tilu, Melak Cau, Nincak Rancatan, dan Kakapalan.
Alat musik yang digunakan antara lain Kendang Indung (2 buah), Kulanter, Bonang (ketuk), Tarompet, Goong, Kempul, dan Kecrek yang dimainkan sambil berdiri atau berjalan, dengan alat musik yang diikat ke tubuh. Lagu lagu dalam Sisingaan diambil dari lagu-lagu kesenian Ketuk Tilu, Doger, dan Kliningan.
Maraknya grup kesenian Sisingaan membuat tiap kelompok seolah ingin tampil spesial dan menjadi kelompok paling digemari. Meski masih banyak pula yang setia pada pakemnya. Dengan jumlah ratusan grup yang tersebar di berbagai pelosok, Pemkab Subang tergolong rajin menggelar festival setiap bulan April, dimana hari jadi kabupaten ini diperingati.
Daerah-daerah lain di Jawa Barat yang turut menyokong pertumbuhan kelompok Sisingaan antara lain Sumedang, Kabupaten Bandung, Purwakarta, dan Majalengka. TC NIDA (Berbagai sumber)
Tips Perjalanan
Untuk menyaksikan kesenian Odong-odong yang asli (Sisingaan), Anda bisa ke pusat Kota Subang Jawa Barat, tiap bulan April (12 April Hari Jadi Kota Subang-red) ada gelaran festival Sisingaan. Dengan mobil sendiri dari Jakarta, melewati Kecamatan Pamanukan (di simpang empat belok kanan), atau via jalur Purwakarta lewat daerah Jatitujuh. Jika menggunakan kendaraan umum dari Terminal Kampung Rambutan, tersedia bus AC/Non AC. Tarif sekitar Rp. 20.000an. Bisa pula menyaksikan berbagai festival/karnaval seni tiap bulan Agustus, seperti di Jakarta ataupun Bandung.
sumber: www.wisatanet.com/travel_review.php?kode=1&id=93

in-group out-group

James W. Vander Zanden (1979) membedakan kelompok-kelompok berdasarkan 3 (tiga) kriteria dari Robert Biersted (1948), yaitu: (1) kesadaran akan jenis yang sama (conciousness of kind) - kecenderungan orang untuk mengakui orang lain seperti dirinya; (2) adanya hubungan sosial antar individu (social relationship between individuals) - hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi dalam hal perasaan, sikap, dan tindakan; (3) orientasi tujuan yang sudah ditentukan (goal-oriented associations) – sebuah unit sosial yang secara sengaja dibuat untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan ketiga kriteria tersebut Zanden menyatakan ada empat tipe kelompok, yaitu (1) kategori statistik; (2) kategori sosial; (3) kelompok sosial; dan (4) organisasi formal.Kategori statistik tidak memiliki ketiga kriteria diatas, melainkan sebutan dari para sosiolog, demografer, ahli statistik, dan lainnya. Individu-individu dikelompok berdasarkan atribut yang secara umum dimiliki mereka, seperti pelajar, penyandang cacat, atau pengangguran. Pada tipe kategori sosial memiliki kriteria kesadaran akan jenis yang sama. Individu menjadi anggota dari kategori sosial tertentu dengan menyadari adanya sesuatu yang sama diantara mereka yang sesuatu tersebut mempengaruhi perilakunya, seperti laki-laki, perempuan, negro, dan anggota sejenis kelas sosial.Kelompok sosial mirip dengan kategori sosial, yaitu ada kesadaran dari anggota kelompok akan adanya kesamaan diantara mereka, namun kelompok memiliki kriteria lain yaitu adanya interaksi diantara anggota-anggotanya; contoh dari kelompok sosial ini adalah kelompok pertemanan dan keluarga batih. Organisasi formal mirip dengan kategori sosial dan kelompok sosial, namun organisasi formal ini muncul ketika kelompok tersebut secara sengaja dibangun menjadi sebuah unit sosial untuk mencapai tujuan tertentu; contoh organisasi formal adalah perusahaan, instansi pemerintah, lembaga pendidikan, dan lembaga kemasyarakatan. Biasanya dalam organisasi akan disertai dengan birokrasi yang dibuat untuk lebih menjamin adanya pencapaian tujuan.Pembahasan tentang kelompok dalam masyarakat biasanya akan lebih merujuk kepada dua jenis kelompok terakhir, yaitu kelompok sosial dan organisasi formal; bahkan fokus pembahasan seringkali lebih terfokus pada kelompok sosial. Atas dasar itu pula dikatakan bahwa tidak semua kelompok merupakan kelompok sosial, karena ada suatu jenis kelompok lain yang hampir sama dengan kelompok sosial, yang oleh Soerjono Soekanto (1987) disebut dengan kelompok tak teratur, seperti kelompok kerumunan dan antrian karcis. Kelompok tak teratur memiliki kesadaran dan hubungan antar anggota, namun tidak sekuat pada kelompok sosial.
Menurut Zanden (1979), kelompok sosial dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis, yaitu kelompok primer, kelompok sekunder, in-group, out-group dan kelompok referensi. Kelompok primer merupakan kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan satu sama lain secara intim dan kohesif. Menurut Davis (dalam Zanden, 1979) hubungan dalam kelompok primer biasanya ditandai dengan (1) kontak ‘face to face’, (2) ukuran kelompok lebih kecil, (3) kontak terjadi sering dan intensif. Pada kelompok primer, hubungan yang dibangun antar anggota sangat erat dan saling mengenal secara pribadi, sehingga terjadi peleburan individu-individu ke dalam kelompok-kelompok dan menjadi tujuan individu sebagai tujuan kelompok juga. Walaupun hubungan dalam kelompok primer ini sangat intim, tidak berarti bahwa hubungan yang dijalin itu akan selalu harmonis. Perbedaan faham, bahkan pertentangan ada kalanya terjadi. Yang sering dikategorikan sebagai kelompok primer adalah keluarga, kelompok pertemanan, kelompok kerja sehari-hari.Kelompok sekunder merupakan kelompok yang ditunjukkan sebagai kebalikan dari kelompok primer. Kelompok sekunder biasanya ditandai dengan ukuran yang lebih besar, yang hubungannya tidak perlu saling mengenal secara pribadi, dan sifatnya tidak terlalu langgeng. Bentuk hubungan yang terjadi dalam kelompok sekunder pada umumnya terjadi lebih formal, lebih hati-hati dan diperhitungkan, dan lebih cenderung mawas diri. Kepedulian terhadap yang lain sangat sedikit terjadi pada kelompok sekunder. Tidak seperti pada kelompok primer, dalam saling hubungan pada kelompok sekunder, individu melihat anggota kelompok lain sebagai instrument untuk pencapaian tujuan.Berbeda dengan kelompok primer dan sekunder, pengklasifikasian in-group dan out-group didasarkan kepada cara individu memandang dirinya terhadap sebuah kelompok. Menurut Zanden (1979) in-group merupakan suatu unit sosial dimana secara individual menjadi bagian dari kelompok tersebut dan dia mengidentifikasikan dirinya, yang dalam istilah teknis individu memandang kelompok sebagai “kami”-nya. Sebaliknya, out-group merupakan suatu unit sosial dimana secara individual tidak menjadi bagian dari kelompok tersebut dan dia tidak mengidentifikasikan dirinya; atau kelompok tersebut bagi dia adalah “mereka”-nya. In-group dan out-group feeling ini dapat terjadi pada individu terhadap kelompok primer maupun kelompok sekunder, karena tekanannya lebih pada apakah dia menjadi bagian dari kelompok tersebut dan mengidentifikasikan dirinya atau tidak.Individu yang mengidentifikasikan dirinya dalam suatu kelompok akan memiliki kertikatan yang kuat untuk mengikuti semua aturan yang berlaku dalam kelompok tersebut. Norma-norma yang dikembangkan dalam kelompok menjadi pedoman yang penting baginya dan mempertegas dirinya sebagai bagian dari in-groupnya. Sikap in-group dan out-group dapat menjadi dasar bagi munculnya antagonisme dan antipati, bahkan lebih jauh lagi dapat menimbulkan adanya sikap etnosentrisme. Dengan kata lain, pengembangan sikap in-group dan out-group ini dapat dipacu pula oleh pandangan streotif dari dalam kelompok terhadap kelompok lainnya

sumber : http://blogs.unpad.ac.id/rsdarwis/?p=12
Kualitas hubungan personal yang paling jelas dan pasti adalah sifatnya yang tak dapat dipindahlan (non transferable). Hubungan ini terikat pada individu tertentu yang tidak dapat diduplikasi atau digantikan. Hubungan personal yang baru dapat dibuat, yang lama dibuang, motif utama yang merintis hubungan lama dapat memberi tempat pada motif yang lain, tetapi individu tidak dapat digantikan dengan individu yang lain dalam hubungan yang sama. In-Group dan Out-Group In-Group adalah kelompok kita, dan Out-Group adalah kelompok mereka. In-Group dapat berupa kelompok primer maupun sekunder. Keluara kita adalah In-Group yang primer. Fakultas kita adalah In-Group yang kelompok sekunder. Perasaan In-Group deiungkapkan dengan kesetiaan, solidaritas, kesenangan, dan kerja sama. Untuk membedakan antara In-Group dan Out-Group, kita membuat batas (boundaries) yang menentukan siapa masuk ke dalam, dan siapa orang luar. Batasan- batasan ini dapat berupa lokasi geografis (wilayah), suku bangsa, pandangan atau ideologi, bahasa, agama, kekerabatan dll. Semangat ini lazim disebut dengan kohesif kelompok. Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder. Walaupun kita menjadi anggota banyak kelompok, kita terikat secara emosional hanya pada beberapa kelompok saja. Hubungan kita dengan keluarga kita, kawan-kawan kita, dan tetangga yang dekat (di kampung/desa bukan di real estate), terasa lebih akrab, lebih personal, lebih menyentuh hati kita. Kelompok ini disebut dengan kelompok primer.
sumber : http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=11&dn=20080312122630