Mengenai Saya

haLo teMAn-teMan bloggEr kenalkan nMa saYa aMrOe,saya sKlh sKrng di SMK negeri 1 subang.untuk para blogger moHOn kritik dan sarannya kepada saya agar bLog saYa jaDi lEbih baIk laGi..

moTO hiDUp uNtuk paRa bLoger hAri iNi! ! !

"berkorbanlah untuk dirimu, berjuanglah untuk bangsamu, dan berjihadlah untuk agama mu."

"sesungguhnya nyawa, akal dan piqiran diberikan kepada kita untuk membela agama mu, bangsamu, dan dirimu"
free counters

iNti sAri

gLoUsoUrs!!!!!!

gLoUsoUrs!!!!!!

Rabu, 10 September 2008

iNdahnYa mEnJalaNi pUasa

marhaban ya ramadhan. . .alhamdulilah kita telah sampai kepada hari kemenangan umat islam!!banyak baget godaan yang kita akn lalui,,saya pun tidak munafik sebenarnya banyak sekali godaan yang saya temui di puasa/saum kali ini seperti
haus ? ? ?





wah mungkin rasanya enak banget nya kalo minum es ini??rasa haus mungkin godaan paling besar yang kita alami saat berbuka puasa...tapi apalah ari semua itu mungkin itu kenikmataan sesaat..mungkin saya tidak memungkiri kalo minum minuman diatas rasanya???hOu wEnak cuy...he..
lapar ? ? ?





nah selain rasa khaus ada juga cobaan yang tidak dapat kita pungkiri yaitu?lapar.....rasa perih diperut kita,sering kali membuat kita sering merasa lapar.wah ini tidak boleh terjadi tu walaupun kita sering merasa lapar kita tidak boleh tu yang namanya mengeluh.wah2 memang si saya sendiri suka meras gitu.he,,

Lemas...

ini dia hal yang paling mengganggu kita dalam menjalankan puasa kita.rasa lemas,sering kita berkata.aduh lemas eng!!he,,gimana tu cara antisifasinya?saya punya cara buat teman-teman semua.apa tu caranya?mungkin kita semua tau caranya!cara ampuh dalam menangani rasa lemas itu yang saya sering coba adalah dengan melakukan sesuatu pekerjaan yang bermanfaat,yang dilakukan secara ikhlas.

omongan yang kurang dikontrol

wah ini dia yang tidak kalah pentingnya sesuatu hal yang dapat mengurangi amalan pahala kita saat berpuasa,,omongan kita yang kurang di sering ataupun omongan yang suka ceplas-ceplos kalo dalam istilah bahasa sundanya serign kali membuat kita tidak sadar dengan ucapan kita.ehM,jadi mendingan kita sekarang lebih memperhatikan omongan kita deh,agar puasa kita lebih baik lagi.eits jangan di bulan puasa aja dong omongan kita juga harus dijaga walau bukan di bulan puasa aja. ok cUy!he..

amal pahala yang besar di bulan puasa

ini dia yang harusnya kita mulai berlomba-lomba dalam mencari pahala.wah kita sering tu mengabaikannya,di bulan puasa banyak sekali bonus,cIe bOnus,yang diberikan oleh Allah kepada kita selaku orang mukmin kalo berbuat baik.wah jangan disiasiakan tu seperti contoh: kalo kita mengerjakan sholat sunat aja amalnya sama dengan sholat wajib. wah benar-benar bulan yang penuh berkah yaW.


mungkin masih banyak lagi godaan yang lainnya!!

mohon maaf ya apabila ada kata-kata yang tidak berkenan di hati teman-teman semua,dan mohon maaf apabila gambar yang saya perlihatkan menggoda iman anda. maaf ya??he...

diposting oleh: Amru

Minggu, 07 September 2008

Kamis, 04 September 2008

JaiPoNg jEng bUdaYa kIta

Jaipongan adalah sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeunmincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan. dan beberapa ragam gerak

Sejarah

Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.

Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.

Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.


Berkembang


Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun Pulus Keser Bojong" dan "Rendeng Bojong" yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. Awal kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, yang isu sentralnya adalah gerakan yang erotis dan vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah tari Jaipongan pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI stasiun pusat Jakarta. Dampak dari kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan oleh pihak swasta dan pemerintah.

Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya "kaleran" (utara).

Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1) Tatalu; 2) Kembang Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (serang sinden tapi tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5) Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton (bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).

Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun 1980-1990-an, di mana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan, dan Tari Kawung Anten. Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata, dan Asep.

Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari Jaipongan. Tari Jaipongan banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong menjadi kesenian Pong-Dut.Jaipongan yang telah diplopori oleh Mr. Nur & Leni

sUmber: http://id.wikipedia.org/wiki/Jaipongan

sEjAraH kOta saYa

Prasejarah
Bukti adanya kelompok masyarakat pada masa prasejarah di wilayah Kabupaten Subang adalah ditemukannya kapak batu di daerah Bojongkeding (Binong), Pagaden, Kalijati dan Dayeuhkolot (Sagalaherang). Temuan benda-benda prasejarah bercorak neolitikum ini menandakan bahwa saat itu di wilayah Kabupaten Subang sekarang sudah ada kelompok masyarakat yang hidup dari sektor pertanian dengan pola sangat sederhana.
Selain itu, dalam periode prasejarah juga berkembang pula pola kebudayaan perunggu yang ditandai dengan penemuan situs di Kampung Engkel, Sagalaherang.
Hindu
Pada saat berkembangnya corak kebudayaan Hindu, wilayah Kabupaten Subang menjadi bagian dari 3 kerajaan, yakni Tarumanagara, Galuh, dan Pajajaran. Selama berkuasanya 3 kerajaan tersebut, dari wilayah Kabupaten Subang diperkirakan sudah ada kontak-kontek dengan beberapa kerajaan maritim hingga di luar kawasan Nusantara. Peninggalan berupa pecahan-pecahan keramik asal Cina di Patenggeng (Kalijati) membuktikan bahwa selama abad ke-7 hingga abad ke-15 sudah terjalin kontak perdagangan dengan wilayah yang jauh. Sumber lain menyebutkan bahwa pada masa tersebut, wilayah Subang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Kesaksian Tome’ Pires seorang Portugis yang mengadakan perjalanan keliling Nusantara menyebutkan bahwa saat menelusuri pantai utara Jawa, kawasan sebelah timur Sungai Cimanuk hingga Banten adalah wilayah kerajaan Sunda.

Islam
Masa datangnya pengaruh kebudayaan Islam di wilayah Subang tidak terlepas dari peran seorang tokoh ulama, Wangsa Goparana yang berasal dari Talaga, Majalengka. Sekitar tahun 1530, Wangsa Goparana membuka permukiman baru di Sagalaherang dan menyebarkan agama Islam ke berbagai pelosok Subang.

Kolonialisme
Pasca runtuhnya kerajaan Pajajaran, wilayah Subang seperti halnya wilayah lain di P. Jawa, menjadi rebutan berbagai kekuatan. Tercatat kerajaan Banten, Mataram, Sumedanglarang, VOC, Inggris, dan Kerajaan Belanda berupaya menanamkan pengaruh di daerah yang cocok untuk dijadikan kawasan perkebunan serta strategis untuk menjangkau Batavia. Pada saat konflik Mataram-VOC, wilayah Kabupaten Subang, terutama di kawasan utara, dijadikan jalur logistik bagi pasukan Sultan Agung yang akan menyerang Batavia. Saat itulah terjadi percampuran budaya antara Jawa dengan Sunda, karena banyak tentara Sultan Agung yang urung kembali ke Mataram dan menetap di wilayah Subang. Tahun 1771, saat berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang, di Subang, tepatnya di Pagaden, Pamanukan, dan Ciasem tercatat seorang bupati yang memerintah secara turun-temurun. Saat pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles (1811-1816) konsesi penguasaan lahan wilayah Subang diberikan kepada swasta Eropa. Tahun 1812 tercatat sebagai awal kepemilikan lahan oleh tuan-tuan tanah yang selanjutnya membentuk perusahaan perkebunan Pamanoekan en Tjiasemlanden (P & T Lands). Penguasaan lahan yang luas ini bertahan sekalipun kekuasaan sudah beralih ke tangan pemerintah Kerajaan Belanda. Lahan yang dikuasai penguasa perkebunan saat itu mencapai 212.900 ha. dengan hak eigendom. Untuk melaksanakan pemerintahan di daerah ini, pemerintah Belanda membentuk distrik-distrik yang membawahi onderdistrik. Saat itu, wilayah Subang berada di bawah pimpinan seorang kontrilor BB (bienenlandsch bestuur) yang berkedudukan di Subang.
Nasionalisme
Tidak banyak catatan sejarah pergerakan pada awal abad ke-20 di Kabupaten Subang. Namun demikian, Setelah Kongres Sarekat Islam di bandung tahun 1916 di Subang berdiri cabang organisasi Sarekat Islam di Desa Pringkasap (Pabuaran) dan di Sukamandi (Ciasem). Selanjutnya, pada tahun 1928 berdiri Paguyuban Pasundan yang diketuai Darmodiharjo (karyawan kantor pos), dengan sekretarisnya Odeng Jayawisastra (karyawan P & T Lands). Tahun 1930, Odeng Jayawisastra dan rekan-rekannya mengadakan pemogokan di percetakan P & T Lands yang mengakibatkan aktivitas percetakan tersebut lumpuh untuk beberapa saat. Akibatnya Odeng Jayawisastra dipecat sebagai karyawan P & T Lands. Selanjutnya Odeng Jayawisastra dan Tohari mendirikan cabang Partai Nasional Indonesia yang berkedudukan di Subang. Sementara itu, Darmodiharjo tahun 1935 mendirikan cabang Nahdlatul Ulama yang diikuti oleh cabang Parindra dan Partindo di Subang. Saat Gabungan Politik Indonesia (GAPI) di Jakarta menuntut Indonesia berparlemen, di Bioskop Sukamandi digelar rapat akbar GAPI Cabang Subang untuk mengenukakan tuntutan serupa dengan GAPI Pusat.
Jepang
Pendaratan tentara angkatan laut Jepang di pantai Eretan Timur tanggal 1 Maret 1942 berlanjut dengan direbutnya pangkalan udara Kalijati. Direbutnya pangkalan ini menjadi catatan tersendiri bagi sejarah pemerintahan Hindia Belanda, karena tak lama kemudian terjadi kapitulasi dari tentara Hindia Belanda kepada tentara Jepang. Dengan demikian, Hindia Belanda di Nusantara serta merta jatuh ke tangan tentara pendudukan Jepang. Para pejuang pada masa pendudukan Belanda melanjutkan perjuangan melalui gerakan bawah tanah. Pada masa pendudukan Jepang ini Sukandi (guru Landschbouw), R. Kartawiguna, dan Sasmita ditangkap dan dibunuh tentara Jepang.
Merdeka
Proklamasi Kemerdekaan RI di Jakarta berimbas pada didirikannya berbagai badan perjuangan di Subang, antara lain Badan Keamanan Rakyat (BKR), API?Pesindo, Lasykar Uruh, dan lain-lain, banyak di antara anggota badan perjuangan ini yang kemudian menjadi anggota TNI. Saat tentara KNIL kembali menduduki Bandung, para pejuang di Subang menghadapinya melalui dua front, yakni front selatan (Lembang) dan front barat (Gunung Putri dan Bekasi). Tahun 1946, Karesidenan Jakarta berkedudukan di Subang. Pemilihan wilayah ini tentunya didasarkan atas pertimbangan strategi perjuangan. Residen pertama adalah Sewaka yang kemudian menjadi Gubernur Jawa Barat. Kemudian Kusnaeni menggantikannya. Bulan Desember 1946 diangkat Kosasih Purwanegara, tanpa pencabutan Kusnaeni dari jabatannya. Tak lama kemudian diangkat pula Mukmin sebagai wakil residen. Pada masa gerilya selama Agresi Militer Belanda I, residen tak pernah jauh meninggalkan Subang, sesuai dengan garis komando pusat. Bersama para pejuang, saat itu residen bermukim di daerah Songgom, Surian, dan Cimenteng. Tanggal 26 Oktober 1947 Residen Kosasih Purwanagara meninggalkan Subang dan pejabat Residen Mukmin yang meninggalkan Purwakarta tanggal 6 Februari 1948 tidak pernah mengirim berita ke wilayah perjuangannya. Hal ini mendorong diadakannya rapat pada tanggal 5 April 1948 di Cimanggu, Desa Cimenteng. Di bawah pimpinan Karlan, rapat memutuskan : 1.Wakil Residen Mukmin ditunjuk menjadi Residen yang berkedudukan di daerah gerilya Purwakarta. 2.Wilayah Karawang Timur menjadi Kabupaten Karawang Timur dengan bupati pertamanya Danta Gandawikarma. 3.Wilayah Karawang Barat menjadi Kabupaten Karawang Barat dengan bupati pertamanya Syafei. Wilayah Kabupaten Karawang Timur adalah wilayah Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta sekarang. Saat itu, kedua wilayah tersebut bernama Kabupaten Purwakarta dengan ibukotanya Subang. Penetapan nama Kabupaten Karawang Timur pada tanggal 5 April 1948 dijadikan momentum untuk kelahiran Kabupaten Subang yang kemudian ditetapkan melalui Keputusan DPRD No. : 01/SK/DPRD/1977.

suMber: http://www.subang.go.id/sejarah.php

DVD...

dalam bahasa indonesia

apa itu dvd

DVD adalah sejenis cakram optis yang dapat digunakan untuk menyimpan data, termasuk film dengan kualitas video dan audio yang lebih baik dari kualitas VCD. "DVD" pada awalnya adalah singkatan dari digital video disc, namun beberapa pihak ingin agar kepanjangannya diganti menjadi digital versatile disc agar jelas bahwa format ini bukan hanya untuk video saja. Karena konsensus antara kedua pihak ini tidak dapat dicapai, sekarang nama resminya adalah "DVD" saja, dan huruf-huruf tersebut secara "resmi" bukan singkatan dari apapun.


Terdapat pula perangkat lunak yang membolehkan pengguna back-up DVD sendiri seperti DVD Decrypter dan DVD Shrink.

http://id.wikipedia.org/wiki/DVD

english languange

what is this dvd

DVD (also known as "Digital Versatile Disc" or "Digital Video Disc" - see Etymology) is a popular optical disc storage media format. Its main uses are video and data storage. Most DVDs are of the same dimensions as compact discs (CDs) but store more than six times as much data.

Variations of the term DVD often describe the way data is stored on the discs: DVD-ROM has data which can only be read and not written, DVD-R and DVD+RDVD-RW and DVD+RW can both record and erase data multiple times. The wavelength used by standard DVD lasers is 650 nm[1], and thus has a red color. can only record data once and then function as a DVD-ROM.

DVD-Video and DVD-Audio discs respectively refer to properly formatted and structured audio and video content. Other types of DVDs, including those with video content, may be referred to as DVD-Data discs. As next generation High definition optical formats also use a disc identical in some aspects yet more advanced than a DVD, such as Blu-ray Disc, the original DVD is occasionally given the retronym SD DVD (for standard definition).

history

In 1993, two high-density optical storage formats were being developed; one was the MultiMedia Compact Disc (MMCD), backed by Philips and Sony, and the other was the Super Density (SD) disc, supported by Toshiba, Time Warner, Matsushita Electric, Hitachi, Mitsubishi Electric, Pioneer, Thomson, and JVC.

Representatives of the SD camp approached IBM, asking for advice on the file system to use for their disk as well as looking for support for their format for storing computer data. A researcher from IBM's Almaden Research CenterVHS and Betamax of the 1980s, he convened a group of computer industry experts (including representatives from Apple, Microsoft, Sun, Dell, and many others); this group was referred to as the Technical Working Group, or TWG. The TWG voted to boycott both formats unless the two camps agreed on a single, converged standard. Lou Gerstner, President of IBM, was recruited to apply pressure on the executives of the warring factions. Eventually, the computer companies won the day, and a single format, now called DVD, was agreed upon. The TWG also collaborated with the Optical Storage Technology AssociationUniversal Disk Format (UDF), for use on the new DVDs. received that request, and also learned of the MMCD development project. Wary of being caught in a repeat of the costly videotape format war between (OSTA) on the use of their implementation of the ISO-13346 file system, known as

Philips and Sony abandoned their MultiMedia Compact Disc and agreed upon a spec mostly similar to Toshiba and Matsushita's Super Density Disc except for the dual-layer option (MMCD was single-sided and optionally dual-layer whereas SD was single-layer but optionally double-sided) and EFMPlus modulation. EFMPlus was chosen as it has a great resilience against disc damage such as scratches and fingerprints. EFMPlus, created by Kees Immink, who also designed EFM, is 6% less efficient than the modulation technique originally used by Toshiba, which resulted in a capacity of 4.7 GB as opposed to the original 5 GB. The result was the DVD specification, finalized for the DVD movie player and DVD-ROM computer applications in December 1995.[4] In May 1997, the DVD Consortium was replaced by the DVD Forum, which is open to all other companies.

Etymology

"DVD" was originally used as an initialism for the unofficial term "digital videodisk".[5] It was reported in 1995, at the time of the specification finalization, that the letters officially stood for "digital versatile disc" (due to non-video applications),[6] however, the text of the press release announcing the specification finalization only refers to the technology as "DVD", making no mention of what (if anything) the letters stood for.[4] A newsgroup FAQ written by Jim Taylor (a prominent figure in the industry) claims that four years later, in 1999, the DVD Forum stated that the format name was simply the three letters "DVD" and did not stand for anything.[7]

The official DVD specification documents have never defined DVD. Usage in the present day varies, with "DVD", "Digital Video Disc", and "Digital Versatile Disc" being the most common.

The DVD Forum website has a section called "DVD Primer" in which the answer to the question, "What does DVD mean?" reads, "The keyword is 'versatile.' Digital Versatile discs provide superb video, audio and data storage and access -- all on one disc."[8]

DVD capacity



Capacity and nomenclature[9][10]
Designation Sides Layers
(total)
Diameter Capacity
(cm) (GB) (GiB)
DVD-1[11] SS SL 1 1 8 1.46 1.36
DVD-2 SS DL 1 2 8 2.66 2.47
DVD-3 DS SL 2 2 8 2.92 2.72
DVD-4 DS DL 2 4 8 5.32 4.95
DVD-5 SS SL 1 1 12 4.70 4.37
DVD-9 SS DL 1 2 12 8.54 7.95
DVD-10 DS SL 2 2 12 9.40 8.74
DVD-14[12] DS DL/SL 2 3 12 13.24 12.32
DVD-18 DS DL 2 4 12 17.08 15.90

The basic types of DVD are referred to by a rough approximation of their capacity in gigabytes.

The 12 cm type is a standard DVD, and the 8 cm variety is known as a mini-DVD. These are the same sizes as a standard CD and a mini-CD, respectively. The capacity by surface (MiB/cm²)differs from 6.92MiB/cm² in the DVD-1 to 18.0 MiB/cm² in the DVD-18

Note: As with hard disk drives, in the DVD realm gigabyte and the symbol GB are usually used in the SI sense, i.e. 109 (or 1,000,000,000) bytes. For distinction, gibibyte with symbol GiB is used, i.e. 230 (or 1,073,741,824) bytes. Most computer operating systems display file sizes in gibibytes, mebibytes and kibibytes labeled as gigabyte, megabyte and kilobyte respectively.

Each DVD sector contains 2418 bytes of data, 2048 bytes of which are user data.

http://en.wikipedia.org/wiki/DVD